Sahabat Sejati Saat Offline Maupun Online

    Dua sahabat itu kini telah duduk dibangku SMP yang sama, setelah hampir 2 tahun yang lalu, tepatnya bulan Maret 2020 pada tanggal 2, COVID-19 dikabarkan telah menyerang Indonesia, dan saat itulah semua cerita tentang perubahan sistem pembelajaran seluruh pelajar di Indonesia bermula.

    KRIING!

    Suara bel tanda masuk sekolah terdengar nyaring di seluruh lingkungan sekolah SD Cerdas. Terlihat seluruh murid berlarian memasuki kelas masing-masing. Begitu pula Hazel dan Fariz. 

    Mereka adalah dua orang sahabat yang tak pernah terpisah. Mereka selalu belajar dan bermain bersama. Walaupun sesekali mereka tak sependapat dalam satu hal dan lainnya, namun persahabatan mereka tidak membuat perbedaan pendapat tersebut menjadi suatu hal yang dapat memisahkan mereka.

    Tetapi, tanpa mereka duga, pengumuman dari Pak Salam; wali kelas mereka hari itu, yang menjelaskan tentang situasi negeri ini, akan bisa memisahkan mereka berdua.

    “Anak-anakku tercinta, saat ini Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Telah merebak virus Corona atau COVID-19 yang mengharuskan kita untuk menghentikan sementara pembelajaran tatap muka di sekolah,” kata Pak Salam.

    “Yang artinya, seluruh murid-murid di Indonesia diwajibkan mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh dari rumah, atau yang akan kita kenal sebagai PJJ. Bapak berharap, anak-anak semua dapat mengikuti perintah dari pemerintah pusat untuk selalu berada di rumah dan menaati protokol kesehatan yang sudah ditetapkan.

    “Dan juga, Bapak harap kalian tetap mengikuti pembelajaran yang kita akan adakan di rumah masing-masing. Mengingat sebentar lagi kalian akan menghadapi ujian kelulusan, maka tetaplah bersungguh-sungguh dalam belajar,” ujarnya lagi menutup pengumuman pagi itu.

    Seketika terdengar suara riuh dari semua murid di kelas itu. Mereka cukup terkejut mendengar pengumuman dari Pak Salam mengenai rencana tentang pembelajaran secara online tadi. Hingga bel pulang berbunyi, mereka masih terlihat lesu.

    Hingga keesokan harinya, dimulailah proses adaptasi itu; yang tentunya tidak bisa dibilang mudah bagi para pelajar. Tidak terkecuali dengan kedua sahabat itu.

    Hazel yang banyak mengalami kendala dalam memahami materi pembelajaran online. Namun, ia banyak dibantu oleh Fariz yang lebih mengerti dan paham tentang teknologi.

    “Hallo, Fariz…” ujar Hazel di sambungan telepon.

    “Iya, Zel. Kenapa? Ada yang kamu ga ngerti, ya?” jawab Fariz dari seberang sana. 

    “lya, nih. Bantu aku, ya? Bagaimana cara mengaktifkan dan mengganti background di aplikasi zoom?” tanya Hazel, meminta bantuan Fariz.

    Sedikit demi sedikit, Hazel mulai memahami segala sesuatu tentang teknologi dan gadget yang mereka pergunakan untuk PJJ.

    Selama sisa tahun 2020 dan sepanjang tahun 2021, semua pelajar di Indonesia menjalani pembelajaran online atau PJJ. Ada hal positif maupun negatif yang didapat dari sistem pembelajaran online yang dijalani.

    Hal positifnya adalah secara tidak langsung semua pelajar di Indonesia dipaksa untuk mempelajari segala bentuk teknologi dalam gadget yang mereka gunakan, dan menjadikan semua generasi—baik pelajar maupun orang tua—menjadi awam akan teknologi.

    Namun, dibalik hal positif tadi, ternyata hal negatif juga menghantui generasi pelajar Indonesia. Tingkat kedisiplinan pelajar menjadi semakin rendah dan tingkat ketergantungan terhadap gadget sungguh sangat mengkhawatirkan. Ditambah dengan banyaknya kebiasaan baru para pelajar Indonesia yang bergantung dengan google dan aplikasi-aplikasi untuk mencontek. Tidak terkecuali untuk Hazel dan Faris. 

    Hazel mengetahui kalau selama ini Faris melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan seorang pelajar, seperti mencontek di google saat berlangsungnya PH dan ujian lainnya.

    Sebenarnya bukan cuma Faris yang melakukan hal itu, sebagian besar pelajar di Indonesia juga melakukan hal yang sama. Dan, hal itu sangat disayangkan karena murid-murid menjadi tidak disiplin dalam belajar dan cenderung menggampangkan pelajaran—karena mereka dimudahkan dengan berbagai fasilitas di internet khususnya google.

    “Ris, sebenarnya apa yang kamu lakukan dengan mencari jawaban di google itu tidak sepenuhnya salah. Hanya saja, jangan kamu lakukan disaat PH dan ujian lainnya. Itu sama saja kamu membohongi dirimu sendiri. Nantinya saat kita sudah dalam keadaan normal, kamu akan mengalami kesulitan,” tegur Hazel kepada Faris. 

    “Aku juga lihat google saat belajar, dan saat ada pelajaran yang aku kurang mengerti. Tapi aku melihatnya saat belajar di hari-hari biasa saja, bukan saat PH atau ujian lainnya,” ujar Hazel lagi.

    “Masalahnya, Zel, semenjak pembelajaran online ini, aku seringkali tidak mengerti dengan apa yang diterangkan guru. Makanya aku berpikir menyontek dari google adalah salah satu jalan terbaik yang bisa aku lakukan,” kilah Faris, memberikan alasan.

    “Lagipula kalau aku mengambil jawaban dari google, tidak akan ada yang tau, dan aku bisa mendapat nilai yang nyaris sempurna. Walaupun sebenarnya aku tau bahwa yang kulakukan itu salah,” lanjut Faris, terdengar nada bersalah dari penuturannya.

    Hazel memandang sahabatnya itu dengan penuh pengertian, seraya berkata, “Kalau begitu, bagaimana kalau kita belajar bersama mulai sekarang? Kita bahas soal-soal yang pernah kita dapatkan dari bapak dan ibu guru bersama-sama, supaya kalau ada yang tidak dimengerti bisa kita cari jawabannya bersama. Dengan cara ini, aku yakin kita pasti tidak akan terlalu bergantung pada google untuk menjawab pertanyaan saat PH atau ujian lainnya nanti,” ajak Hazel dengan penuh semangat, disambut anggukkan setuju dari Faris.

    Mereka akhirnya bisa membuktikan bahwa hasil kerja keras mereka bisa membawa mereka menuju satu SMP yang sama dengan nilai yang memuaskan. Hasil belajar sungguh-sungguh. Maka disinilah sekarang mereka berada, di salah satu SMP Negeri terbaik yang menjadi sekolah tujuan mereka.

    Di awal mereka menjadi siswa SMP, mereka masih menjalankan program PJJ atau belajar secara online. Namun, betapa bahagianya mereka, ketika awal semester genap, wali kelas mereka di kelas 7, mengumumkan bahwa mereka akan mulai melaksanakan PTM atau Pembelajaran Tatap Muka. Walaupun pada awalnya mereka baru dalam tahap percobaan—menjalankan PTM sebanyak 2 minggu sekali dan kapasitas murid di dalam kelas dibatasi 50 persen dari jumlah murid yang ada.

    Namun, rupanya pada bulan Januari 2022, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dinas Pendidikan mengumumkan bahwa akan dilaksanakannya PTM 100 persen. Tentunya dengan mengutamakan protokol yang ketat dan setiap siswa wajib sudah divaksin lengkap.

    Hazel, Faris, juga semua teman teman di SMP Bintang ikut merasakan euforia. Mereka semua sangat antusias menyambut keputusan ini. Suasana sekolah kembali riuh oleh suara para murid yang melepas rindu untuk belajar dan bertemu langsung dengan teman temannya. Jalanan di lingkungan sekolah pun kembali dipenuhi kendaraan para orang tua yang mengantar putra dan putrinya untuk kembali sekolah. Semangat Bapak dan Ibu Guru—yang kembali akan bertemu dan mengajarkan murid-muridnya secara langsung—sangat indah untuk dilihat. Kembali belajar secara langsung di sekolah adalah impian untuk semua pelajar di Indonesia.

    Naasnya, setelah 2 minggu belajar di sekolah, Indonesia kembali dikacaukan oleh serangan virus varian baru bernama Omicron. Satu persatu sekolah kembali ditutup dikarenakan satu persatu pula murid terserang virus Omicron yang menyebalkan ini.

    Dan akhirnya, Hazel, Faris, dan semua murid-murid terpaksa kembali menjalankan PJJ. Apapun yang terjadi, semua harus dijalani dengan hati yang lapang, demi kebaikan bersama. Sambil terus berdo'a agar situasi di indonesia segera lekas membaik. Agar Hazel, Faris dan juga semua pelajar di Indonesia bisa belajar dengan tenang di sekolah secara langsung.

    Semangat terus para pelajar Indonesia, dan lekas pulih Indonesia ku.


Karya tulis dari Ibrahim Arkaan Bismo.  

Komentar